Lahat – Suaraindonesia1, Pemerintah telah mengimplementasikan penggunaan Nomor Identitas Instalasi Tenaga Listrik (NIDI) sebagai salah satu syarat dikeluarkannya Sertifikat Laik Operasi (SLO) supaya instalasi listrik dapat beroperasi dengan aman.
Sebagaimana diketahui, implementasi NIDI berdasarkan pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor energi dan Sumber Daya Mineral.
Baca: Sigit Paparkan Strategi Untuk Antisipasi Lonjakan Covid-19
NIDI juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Klasifikasi, Kualifikasi, dan Sertifikasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik.
Dimana NIDI memuat lokasi dan tanggal selesai pemasangan instalasi listrik, badan usaha pemasangan instalasi listrik, spefisikasi komponen terpasang, hingga gambar instalasi listrik.
“NIDI menjadi syarat untuk terbitnya SLO yang memastikan bahwa instalasi listrik yang dipasang atau dibangun benar-benar aman,” jelas Sanderson Syafe’i ST. SH, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya Kamis (10/2).
“Kewajiban memiliki NIDI dilakukan demi menjaga keselamatan ketenagalistrikan, karena penerbitan NIDI memerlukan laporan pekerjaan pembangunan dan pemasangan dari badan usaha yang telah memiliki IUJPTL,” sambungnya.
Adapun manfaat NIDI bagi masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha jasa tenaga listrik yaitu menjaga pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan pada suatu instalasi, menjadi solusi bagi instalatir resmi (bukan tukang listrik) yang memiliki izin untuk dapat melakukan pekerjaannya, memperluas kesempatan untuk berusaha dan memperkuat pendataan sumber daya manusia di bidang ketenagalistrikan.
Selain itu lanjut Ketua YLKI Lahat, masyarakat dipermudah dalam mendapatkan instalasi yang aman serta adanya jaminan untuk memperoleh detail dari instalasi yang dimiliki. NIDI juga mempermudah dalam melakukan pengawasan terhadap perizinan berusaha yang telah diterbitkan.
Sanderson juga tegas mengatakan bahwa tidak ada tarif yang dikenakan untuk penerbitan NIDI. Apabila ada tarif yang timbul, hal tersebut adalah biaya untuk jasa pembangunan dan pemasangan atau biaya supervisi (identifikasi, verifikasi lapangan, dan evaluasi instalasi listrik yang telah terpasang) oleh instalatir pemegang IUJPTL.
Dalam pelaksanaannya, penomoran NIDI oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) jelas tidak dipungut biaya. Namun demikian, sering timbul istilah tarif NIDI di masyarakat.
Sesungguhnya tarif tersebut adalah tarif pekerjaan jasa pembangunan dan pemasangan, atau supervisi instalasi listrik oleh instalatir yang telah berizin,” jelasnya.
Ironisnya pihak DJK membuka peluang NIDI mandiri dilakukan konsumen tersirat didelegasikan ke Lembaga Inspeksi Teknik Tegangan Rendah (LIT-TR), padahal jelas merupakan kewajiban dan tanggung jawab bangsang. Yang ada sekarang ini masyarakat minta saat pasang baru hanya tau minta “suvervisi” saja ke badan usaha, jadi maksud dan tujuan NIDI bagi keselamatan ketenagalistrikan tidaklah terwujud, tambah Sanderson.
Peran badan usaha tidak dianggap oleh DJK, iklim usaha pelaku usaha jasa tenaga listrik jadi tidak sehat akibatnya timbul kegaduhan nasional.
Jadi secara tegas Sanderson meminta uang yang dipungut dari masyarakat atas dasar NIDI dan Supervisi namun tidak dilakukan pengecekan ke lapangan, segera dikembalikan. Hal ini bukan tanpa alasan, YLKI masih menemukan dugaan foto lokasi berbeda namun SLO terbit, pungkas Sanderson.
Sementara hal senada juga disampaikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK), Agung Pribadi dalam keterangan persnya, Kamis (03/02).