spot_img
BerandaARTIKELRimbo Data 50 Kota dan Aroma Mesiu di Tengah Mafia BBM

Rimbo Data 50 Kota dan Aroma Mesiu di Tengah Mafia BBM

Author

Date

Category

Sore yang seharusnya damai, Sabtu 2 Agustus 2025, berubah menjadi panggung western modern di SPBU 14-262-565 Rimbo Datar. Seorang supervisor, yang kini dijuluki warga sebagai “Kowboy Rimbo Datar”, menodongkan pistol ke arah warga. Namun ini bukan adegan film koboi — ini potret buram dari jeratan mafia BBM yang diduga beroperasi dengan mulus di balik baju resmi dan papan nama SPBU.

Di tengah harga energi yang terus membebani masyarakat kecil, SPBU ini justru diduga menjadi simpul persekongkolan antara oknum pengelola, aparat, dan pengusaha gelap BBM. Senjata yang teracung itu tak hanya mengguncang satu warga, tapi memicu gelombang amarah dari Tanjung Balik hingga seantero Limapuluh Kota.

 

Tak Sekadar Insiden: Ada Gelap di Balik Tangki BBM

Apa yang terjadi di SPBU Rimbo Datar  di Tanjung Balik bukan sekadar insiden perorangan. Warga setempat telah lama menyaksikan praktik distribusi BBM bersubsidi yang diduga bocor ke jalur gelap. Jeriken-jeriken besar dan 14 kendaraan tangki modifikasi terlihat rutin keluar masuk, diduga kuat menjadi bagian dari skema penimbunan dan distribusi ilegal.

Dalam istilah lokal, para pengangkut BBM ini disebut pengangsu. Tapi di balik nama sederhana itu, ada jaringan distribusi yang tak terlihat — memindahkan BBM subsidi dari SPBU ke pasar gelap, dengan keuntungan besar dan perlindungan yang diduga tak kalah kuat.

RImbi

Hukum Bicara Jelas, Tapi Siapa yang Mendengarkan?

Merujuk hukum positif Indonesia, praktik ini terang-benderang melanggar hukum:
Surat Edaran Menteri ESDM No. 14.E/HK.03/DJM/2021, dengan tegas mengatur bahwa BBM subsidi hanya boleh disalurkan ke konsumen akhir melalui SPBU. Artinya, tidak boleh ada penyaluran ke jeriken, drum, atau tangki modifikasi tanpa izin resmi.

  • Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, menyebut penyalahgunaan niaga dan pengangkutan BBM subsidi bisa dipidana hingga 6 tahun dan denda Rp60 miliar.
  • Pasal 56 KUHP, membuka ruang jerat hukum bagi pihak-pihak yang membantu kejahatan, termasuk aparat, pemilik SPBU, atau siapa pun yang tutup mata terhadap penyimpangan ini.

Namun yang terjadi, bukan penegakan hukum. Yang muncul adalah mediasi senyap, tekanan sosial, dan dugaan “uang damai”.

Mediasi Palsu, Walinagari diperalat Jadi Alat

Setelah penodongan, publik berharap proses hukum berjalan. Namun yang muncul adalah manuver aparat kepolisian yang justru mengarahkan kasus ini ke jalur damai. Ketua pemuda didesak untuk menghubungi Walinagari Tanjung Balik, Andi Altoni, agar menjadi mediator.

Alih-alih tunduk, sang Walinagari menolak: “Saya tidak mau dijadikan alat untuk melegitimasi pemerasan berkedok mediasi,” ujarnya dari Payakumbuh.

Lebih menyedihkan, ketua pemuda yang seharusnya menjadi bagian dari solusi, justru diduga ikut terlibat dalam pembelian BBM ilegal — potret suram ketika komunitas lokal dikendalikan oleh jejaring yang sama yang merusak tatanan hukum.

SPBU Tanpa Wajah, Masyarakat Tanpa Suara

Sudah bertahun-tahun SPBU Rimbo Datar berdiri. Tapi warga sekitar mengaku tak pernah tahu siapa pemiliknya. Tak ada kontribusi sosial, tak ada komunikasi. Yang mereka lihat hanyalah barisan kendaraan mencurigakan dan aparat dari luar daerah yang keluar masuk seperti tuan rumah.

Masyarakat, para petani dan sopir angkutan umum, harus antre panjang hanya untuk 20 liter solar. Sementara para “pengangsu” itu, lewat tanpa antre, tanpa sanksi, tanpa suara. Negara terasa jauh, hukum lebih mirip sandiwara.

Sudah Waktunya Negara Bicara Tegas

Masalah ini bukan sekadar soal pengisian BBM ilegal. Ini soal integritas negara.

Jika pemerintah daerah dan aparat penegak hukum masih punya keberpihakan, maka langkah-langkah tegas harus segera diambil:

  • Proses hukum terhadap pemilik dan operator SPBU yang menyalahgunakan distribusi BBM.
  • Penindakan terhadap pengangsu ilegal yang menimbun dan menjual kembali BBM subsidi.
  • Pemeriksaan terhadap oknum aparat, baik yang menjadi backing maupun yang pasif mendiamkan.

Semua itu harus dilakukan secara transparan, tuntas, dan tidak pandang bulu. Karena jika tidak, kepercayaan publik terhadap hukum akan habis dibakar jeriken solar ilegal.

Penutup: Solar, Senjata, dan Simbol Ketimpangan

Penodongan di SPBU Rimbo Datar bukan sekadar cerita kriminal. Ia adalah simbol dari kegagalan tata kelola energi di tingkat lokal. Di mana senjata lebih cepat bicara dibanding hukum, dan solar menjadi komoditas rebutan yang dikendalikan mafia dengan jubah institusional.

Kini, bukan hanya jeriken yang penuh solar — tapi juga amarah publik yang mendidih.

Kalau negara masih ingin dipercaya, ini saatnya menunjukan bahwa hukum tak bisa dibeli dengan uang damai. Karena ketika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, yang terbakar bukan hanya solar — tapi juga rasa keadilan itu sendiri.

Google News

iklan

IKLAN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Linda Barbara

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum imperdiet massa at dignissim gravida. Vivamus vestibulum odio eget eros accumsan, ut dignissim sapien gravida. Vivamus eu sem vitae dui.

Recent posts