BANDA ACEH — Suaraindonesia1, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja ke Aceh dalam rangka melakukan rapat kerja terkait revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Kunjungan Kerja DPD RI tersebut dipimpin Senator Asal Aceh H. Fachrul Razi, MIP sebagai ketua timja revisi UUPA dari DPD RI yang juga ketua Komite I DPD RI yang membidangi politik, pemerintahan dan hukum.
Salah satu tujuan dari perubahan Undang-Undang tersebut agar Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh dapat diperpanjang hingga angka waktu yang tidak ditentukan. Tahun 2022 ini DPD RI menginisiasi revisi UUPA dan ditargetkan tahun 2023 revisi UUPA ini disahkan menjadi UU Pemerintah Aceh yang baru.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua dan anggota Komite 1 DPD RI saat menggelar rapat koordinasi bersama Pemerintah Aceh beserta unsur Forkopimda terkait revisi RUU Perubahan Nomor 11 Tahun 2006, di Kantor Gubernur Aceh, Senin, (31/1/2021).
Baca: Pengurus Baru PWO Kendal Silaturahmi ke Kantor Bawaslu
Ketua Komite 1 DPD RI, Fachrul Razi mengatakan, pada Desember tahun lalu DPD RI telah menetapkan pihaknya sebagai Tim Panitia Kerja Revisi UU nomor 11 tahun 2006. Tim tersebut dibentuk untuk mendukung revisi Undang-Undang tersebut yang akan dibahas pada tahun ini.
“Langkah selanjutnya kita mengundang empat perguruan tinggi yang ada di Aceh, Unsyiah, UIN Ar Raniry, Unimal, dan UTU dan pertemuan dengan Pemerintah Aceh pada hari ini menjadi langkah kedua, ” kata Fachrul Razi.
Fachrul Razi mengatakan, dalam merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua pada tahun lalu, pihaknya berhasil menambah alokasi anggaran Otsus untuk Papua. Dari 2 persen per tahun dari Dana Alokasi Umum menjadi 2,25 persen.
Ia berharap, melalu revisi UUPA tersebut dana Otsus Aceh selain bisa diperpanjang juga dapat bertambah lebih dari dua persen alokasi pertahunnya.
“Kenapa DPD berkepentingan revisi ini pada tahun 2022, karena pada tahun 2023 alokasi anggaran Otsus Aceh turun menjadi 1 persen, perubahan tersebut mempengaruhi program pembangunan dan stabilitas politik di Aceh, ” ujar Fachrul Razi.
Fachrul berharap, setiap pihak di Aceh dapat mempersiapkan draft revisi UUPA baik dari Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Komite Peralihan Aceh dan juga dari pihak kampus.
Draft tersebut menjadi kompilasi referensi bagi DPD RI dalam menyusun revisi UUPA.
“Revisi ini menjadi tantangan, apakah menjadi lebih baik atau banyak yang hilang. Tentunya perlu konsolidasi dan kekompakan semua pihak di Aceh dalam meminta Pemerintah Pusat agar revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 on the track dengan MoU Helsinki, ” kata Fachrul Razi.
Dukungan terhadap revisi UUPA juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komite 1 DPD RI, Ahmad Bastian.
Menurutnya Aceh membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan dan menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
“Kita lihat dua persen alokasi dana Otsus belum mampu mendongkrak percepatan pembangunan dan kesejahteraan, ” kata Bastian.
Menurut Bastian, Aceh masih pantas jika alokasi dana Otsusnya melebihi dua persen. Pasalnya Papua dengan jumlah penduduk empat juta sekian berhasil menaikkan alokasi Otsus menjadi 2,25 persen. Maka Aceh yang memilki penduduk lebih dari lima juta pantas mendapatkan tambahan alokasi dana Otsus seperti Papua.
“Kita perlu pikir bersama dalam revisi UUPA untuk menaikkan Otsus Aceh, ” kata Bastian.
Sementara itu, Gubernur Aceh Nova Iriansyah, dalam sambutannya yang dibacakan Asisten Bidang Pemerintahan dan Keistimewaan Sekda Aceh, M Jafar mengharapkan, tim Komite 1 DPD RI berkenan mendukung dan membantu dilakukannya perubahan atas UUPA.
Terutama berkenaan dengan pemberian penerimaan Dana Otonomi Khusus untuk Aceh sebesar dua persen setara DAUN sampai batas waktu tidak ditentukan atau abadi.
Jafar menyebutkan, ada sejumlah alasan mengapa revisi UUPA perlu dilakukan. Pertama adalah untuk mengembangkan dan mempercepat penurunan angka kemiskinan Aceh yang masih sangat tinggi akibat pengaruh konflik yang berkepanjangan. Alasan selanjutnya adalah untuk penguatan perdamaian Aceh yang abadi dalam bingkai
NKRI.
“Masih banyak infrastruktur yang perlu dibangun dan dipelihara terutama yang dibangun melalui Dana Otsus dan Aceh masih membutuhkan dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, sebab dana yang beredar di masyarakat masih kecil, ” ujar Jafar.
Pertemuan tersebut turut dihadiri unsur Polda Aceh, Kodam Iskandar Muda, Kejaksaan Tinggi Aceh, UIN Ar Raniry, Komite Peralihan Aceh (KPA) dan sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) terkait. [•]