SuaraIndonesia1, Balikpapan – Sejumlah pejabat utama Polda Kalimantan Timur (Kaltim) dan jajaran yang ada di bawahnya diduga menerima aliran dana dugaan suap tambang ilegal di wilayah tersebut.
Awak media menerima dua salinan Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) yang dilakukan Propam Polri terkait penambangan batubara ilegal yang dibekingi dan dikoordinir oleh anggota Polri dan PJU Polda Kaltim.
Laporan pertama merupakan LHP yang diserahkan Karo Paminal Propam Polri saat itu Brigjen Hendra Kurniawan kepada Kadiv Propam Polri saat itu Ferdy Sambo. Laporan itu tercatat dengan nomor: R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022.
Laporan kedua merupakan LHP yang diserahkan Ferdy Sambo kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. LHP itu teregister dengan nomor: R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DivPropam tertanggal 7 April 2022.
Dalam kedua laporan itu disebutkan bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim telah ditemukan kegiatan penambangan batu bara ilegal di hutan lindung dan di lahan masyarakat yang tidak memiliki Izin Usaha Penambangan (IUP).
Baca: Kejaksaan Negeri Pohuwato Gelar Forum Konsultasi Publik
“Dengan modus memberikan fee kepada pemilik lahan yang berlokasi di Kab. Kutai Kartanegara, Kab. Bontang, Kab. Paser,Kab. Penajam Paser Utara (PPU) Kab. Samarinda dan Kab. Berau,” demikian dikutip dari LHP, Rabu (23/11/22).
Adapun para pengusaha tambang batu bara ilegal yang terbukti memberikan sejumlah uang suap tersebut merupakan H.Hakim, Nolan, Aan, Cipto, Adnan, Sutris, Burhan, Sani, dan Sahli.
Selain itu Ismail Bolong, Muhadi, Irwansyah, Fritz, Arya, Muhsin, dan Muhaimin. Propam menyebut sebagian besar hasil penambangan batu bara ilegal itu dijual kepada Tan Paulin dan Leny yang diduga memiliki kedekatan dengan Pejabat Utama (Pju) Polda Kaltim.
Dalam laporannya, Propam menilai Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim tidak melakukan upaya penegakan hukum terkait tindakan ilegal tersebut.
“Dikarenakan telah menerima uang koordinasi serta adanya intervensi dari PJU Polda Kaltim, unsur TNI dan Setmilpres,” bunyi LHP.
Kegiatan pemberian uang suap tersebut dilakukan para pengusaha tambang ilegal sejak Juli 2020. Propam mencatat pemberian uang ilegal itu dilakukan melalui Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Bharata Indrayana sesuai arahan Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak.
Uang suap tersebut nantinya dibagikan kepada para PJU Polda Kaltim dan Polres di wilayah penambangan batu bara ilegal. Pengelolaan uang suap tersebut dikoordinir oleh Bharata sejak Juli 2020 sampai September 2021.
“Dengan sistem pembagian bervariasi antara Rp.30.000,- s.d. Rp.80.000,- per metrik ton,” bunyi LHP.
Dalam laporannya, Propam menemukan penerimaan uang suap itu sempat berganti dan dikelola oleh Kombes Indra Lutrianto Amstono yang diangkat menjadi Dirreskrimsus Polda Kaltim.
Adapun berdasarkan pembagiannya Nahak menerima uang suap sebesar 50 persen atau sekitar Rp5 miliar, sementara Wakapolda Kaltim Brigjen Hariyanto menerima sebesar 10 persen atau sekitar Rp1 miliar.
Selanjutnya Irwasda Polda Kaltim Kombes Jefrianus sebesar 8 persen atau sekitar Rp800 juta, Dirintelkam Polda Kaltim Kombes Gatut dan Dirpolairud apolda Kaltim Kombes Tatar masing-masing sebesar 6 persen atau setara Rp600 juta.
Kemudian Indra sendiri mengambil uang suap sekitar 9 persen atau setara Rp900 juta. Selain itu Kasubdit Tipidter AKBP Era Joni dan AKBP Bimo Aryanto sekitar 5 persen atau setara Rp500 juta.
“Kapolres yang wilkumnya terdapat kegiatan penambangan Batubara ilegal, Polres Kukar, Polresta Samarinda dan Polres Paser, 6 persen setara Rp600 juta,” bunyi LHP.
Propam menyebut Kapolres Kutai Kartanegara AKBP Arwin Amrih Wientama sempat menerima uang koordinasi dari Bharata sebesar Rp600 juta pada Agustus 2021 dan Rp300 juta pada September 2021.
Arwin kemudian kembali menerima uang suap dari Indra sebesar Rp500 juta pada Desember 2021 dan Rp515 juta pada Januari 2022.
Arwin juga tercatat membagikan uang suap kepada Kasat Polair AKP Teuku Zia Fahlevi, Kasat Intelkam AKP Wawan Aldomoro, dan Kasat Reskrim AKP Dodik Santoso masing-masing antara Rp45-50 juta.
Laporan hasil penyelidikan Propam juga menemukan bahwa di wilayah Polsek Sebulu dan Polsek Samboja terdapat tambang ilegal namun tidak dilakukan penindakan.
Propam mencatat hal itu dikarenakan adanya aliran dana koordinasi dari pengelola tamban kepada pihak polsek. Sementara itu Kapolsek Sebulu AKP Agus Kurniadi juga sempat menerima uang siap dari Danramil Sebulu Kapten Lexi sekitar Rp3-5 juta, dan Rp11 juta untuk acara perpisahan Kapolsek.
Selain itu, Kanit Reskrim Polsek Sebulu Ipda Triko Ardiansyah juga menerima uang suap dari Kapten Lexi sebanyak 7 kali dengan total sebesar Rp28 juta. Triko juga menerima uang dari Ormas Ramaung sebesar Rp4-8 juta perbulannya.
“Dan didistribusikan kepada anggota Polsek Sebulu sebesar Rp500 ribu sampai Rp2 juta setiap dua minggu sekali,” bunyi LHP.
Kapolsek Sebulu pengganti Agus, Iptu Candra Buana juga tercatat menerima uang suap dari anak buah Sahli pada Desember 2021 dan Januari 2022 dengan total sebesar Rp15 juta.
“Dan tanah urukan untuk perbaikan Mako Polsek serta beras sebanyak 150 karung (total 750 Kg) untuk bakti sosial,” bunyi LHP.
Dalam laporannya, Polsek Samboja juga disebut mengetahui adanya kegiatan tambang ilegal di wilayah hukumnya. Salah satunya di KM 48 kawasan Hutan
Lindung Tahura namun tidak melakukan penindakan dengan alasan menghindari benturan dengan anggota TNI yang diduga menjadi beking kegiatan tersebut.
“Direkomendasikan kepada Jenderal agar Kapolda Kaltim melakukan pembenahan menejerial terkait penanganan dan pengelolaan tambang di Polda Kaltim,” bunyi kesimpulan LHP Propam.
Awak media belum bisa mendapatkan klarifikasi terkait isi dokumen yang tersebar ini.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, dan eks Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak sudah dihubungi terkait kasus dugaan suap tambang ilegal tersebut.
Namun hingga berita ini ditayangkan ketiganya masih belum memberikan respons terhadap pertanyaan yang dilayangkan.
Awak media juga masih berusaha menghubungi nama-nama yang disebut dalam dokumen tersebut.
Sebelumnya, mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo mengakui menandatangani surat hasil penyelidikan terhadap KabareskrimKomjen Agus Andriantoterkait kasus dugaan gratifikasi tambang ilegal di Kaltim.
Sambo juga mengonfirmasi bahwa surat penyelidikan yang beredar di publik adalah benar dan asli.
“Ya, sudah benar itu suratnya. Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada,” kata Sambo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Selasa (22/11). (bbm)*