Exclusive Content:

Indonesia Kutuk Serangan Israel Yang Lukai 2 Prajurit TNI

Indonesia mengutuk keras serangan Israel yang melukai dua prajurit...

Bertaburan Spanduk di Tiang Listrik Calon Bupati Menyalahi Aturan

Jelang Pemilihan Bupati 2024, spanduk No Urut 01 RA-NAsta,...

Pjs. Bupati Mukomuko Ajak Pers Awasi Pilkada 2024

Pjs Bupati M. Rizon. S, Hut,. M. Si., mengajak...
BerandaHUKUMKemenkumham Himpun Pemangku Kepentingan untuk Peraturan Tindak Pidana Korupsi

Kemenkumham Himpun Pemangku Kepentingan untuk Peraturan Tindak Pidana Korupsi

Author

Date

Category

Jakarta I Suara Indonesia1 – Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menghimpun masukan para pemangku kepentingan guna pembaruan peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) di Indonesia.

Pembaruan aturan itu dimaksudkan oleh Kemenkumham dibutuhkan untuk merespon banyaknya perubahan dan perkembangan di masyarakat yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tipikor.

“Pengaturan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi sangat memerlukan pembaharuan yang jitu. Pembaharuan peraturan perundang-undangan ini, tentunya juga harus didukung komitmen dan kesungguhan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama lembaga-lembaga negara dan pemerintah”, kata Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, pada acara Konferensi Hukum Nasional, Rabu (25/10/2023).

Yasonna mengungkapkan pada tahun 2022 tercatat 597 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp42,727 triliun. Tingginya kasus korupsi disebabkan oleh perkembangan tindakan korupsi yang semakin kompleks, modus operandi yang beragam, serta lingkup kejahatan yang semakin luas.

Kondisi ini menuntut pemerintah Indonesia melakukan evaluasi terhadap penegakan hukum tipikor yang berlaku selama ini.

“Kita perlu mengidentifikasi serta memetakan hal-hal yang memerlukan pembaharuan dan perbaikan, baik pada aspek substansi pengaturan maupun kelembagaan”, ujar Yasonna di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.

Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Namun selama 22 tahun aturan ini berlaku, telah terjadi perubahan signifikan dalam arsitektur hukum internasional yang mempengaruhi hukum nasional di tanah air.

Salah satunya adalah Konvensi PBB menentang Korupsi atau United Nations Convention against Corruption (UNCAC), yang telah Indonesia ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003.
UNCAC memperkenalkan empat jenis tindak kejahatan yang belum ada dalam peraturan nasional, yaitu penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional, memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri secara tidak sah, dan penyuapan di sektor swasta.
“Meski belum diatur di Indonesia, sesungguhnya tindak kejahatan yang dimuat dalam UNCAC telah terjadi. Peraturan yang belum memadai akan membuat penegakan hukum terhadap korupsi menjadi sulit dilaksanakan”, terangnya.

Pembaruan aturan tipikor, lanjut Yasonna, memerlukan kerja sama dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, hingga akademisi.

Menurutnya, kementerian dan lembaga harus berkoordinasi untuk mencegah tipikor sesuai dengan tipologi-tipologi kejahatan yang beragam.

“Setiap lembaga harus secara serius dan konsisten melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan cara ini, kita dapat memangkas tindak pidana korupsi di hulu dan meringankan beban penegakan hukum di hilir”, ucap Yasonna.

Yasonna pun berharap Konferensi Hukum Nasional ini bisa menghimpun pemikiran dari para pemangku kepentingan sehingga memberikan kontribusi mengenai strategi penegakan hukum tindak pidana korupsi di masa mendatang.

“Kami berharap, konferensi ini dapat memberikan arahan dan masukan yang berharga bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia”, katanya.

Konferensi Hukum Nasional diselenggarakan oleh Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham. Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana menuturkan Konferensi ini merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap agenda pemberantasan korupsi.

Ia menjelaskan BPHN terlibat dalam upaya pencegahan tipikor melalui dua pendekatan, yakni pendekatan regulasi dan pendekatan sosiologis.
“Pendekatan regulasi dilakukan dengan melakukan analisis dan evaluasi hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum tipikor.

Sementara itu, pendekatan sosiologis dilakukan dengan membangun kesadaran hukum anti korupsi di masyarakat yang dilakukan oleh pejabat penyuluh hukum di BPHN”, tutup Widodo. (DM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Linda Barbara

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum imperdiet massa at dignissim gravida. Vivamus vestibulum odio eget eros accumsan, ut dignissim sapien gravida. Vivamus eu sem vitae dui.

Recent posts

Recent comments