Kisah seorang nelayan bernama Indra, yang merupakan tulang punggung keluarga dan terhimpun dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) dari Tanjung Pulai, Pulau Rajo, Air pura, Kabupaten Pesisir Selatan.
Indra merupakan nelayan salah seorang dari 8 anggota penerima mesin tempel, yang bersumber dari dana APBD Provinsi Sumatera Barat, melalui Pokok Pikir (Pokir) DPRD Provinsi Sumatera Barat.
Menurut narasumber, dari nelayan bernama Indra kepada wartawan, mereka (Dinas Perikanan dan Pangan) diduga, memungut dana yang telah ditentukan sebesar Rp.10.000.000.
Dia (Indra), nelayan sangat kecewa kepada Penyuluh Perikanan sebagai, pembina kelompok nelayan. Dan mereka (Dinas Perikanan dan Pangan) mengecam, atas tindakan wartawan ketika hendak konfirmasi.
Nelayan Indra berharap kepada Aparatur Penegak Hukum (APH) menyikapi persoalan ini, hingga menjadi sorotan masyarakat publik (8/2/2025).
Dikatakan oleh Indra, sebagai anggota kelompok (KUB) nelayan dari Tanjung Pulai, dia sangat kecewa terhadap Pemerintah Daerah kabupaten Pesisir Selatan,
Kadis Perikanan, karena Penyuluh Perikanan inisial IW lebih berperan menangani sumbangan mesin dari anggaran APBD.
Indra mengatakan bahwa segala upaya yang dilakukan, untuk bisa memanfaatkan bantuan mesin tempel, dari dana Pokir DPRD Provinsi Sumatera Barat, kini harapannya telah pupus.
“Bantuan berupa mesin dikendalikan oleh sekelompok orang, yang memiliki mata rantai yang kuat. Dan dia merasakan dirinya, diperas oleh pengurus kelompok tersebut,” urai Indra.
BACA JUGA: Komite SMAN 1 Lembah Melintang Bantah Adanya Dugaan Pungli disekolah itu
Indra juga menjelaskan mesin tempel itu berjumlah 8 unit semuanya, gegara hanya dia yang tidak membayar uang sejumlah Rp 10 Juta.
Maka pengurus kelompok telah menyita mesin tempel, yang sudah dia terima. Dia sempat diintimidasi oleh pengurus kelompok, kata Indra.
Jika dia menghubungi wartawan maka kandas tidak menerima sama sekali bantuan itu, sementara 7 unit lainnya mesin tempel itu telah dibayarkan oleh anggota (nelayan) lainnya, terkecuali Indra yang belum membayar, kata pengurus kelompok nelayan.
Ketika pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2025 bertepatan, di Kantor Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Pesisir Selatan.
Dinas Perikanan dan Pangan mengadakan rapat internal kelompok, dan turut hadir kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus, Penyuluh Perikanan Kecamatan, serta pengurus kelompok KSB.
Miris Istri Indra yang ikut mendampingi dia kala itu, di usir keluar dari aula tempat rapat sebelum rapat dimulai.
Lanjut Indra, Ia memohon dan ingin membayar uang yang diminta ketua kelompok Rp10juta, akan tetapi dibayar secara berangsur-angsur, satu juta perbulan selama sepuluh bulan, namun permintaannya tidak dikabulkan.
BACA JUGA: Lapas Way Gelang Kotaagung Diduga Pungli dan Langgar PermenkumHam.
“Saya sangat kecewa terhadap pemerintah Daerah Pesisir Selatan, seakan-akan mereka cuek dan tidak membantu saya”, ujar Indra dengan mimik bersedih.
Indra menambahkan, dirinya sangat kecewa setelah kepala Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Pesisir Selatan, Firdaus tidak bisa dihubungi.
Indra menambahkan, mereka sangat licik, dan saya tidak ikhlas karena tidak mendapatkan mesin itu.
“Saya telah melakukan tanda tangan, KTP dan Kartu Keluarga saya, yang dimanfaatkan oleh kepentingan mereka,” gerutu Indra.
Dan sekarang saya sudah di keluarkan dari anggota kelompok. Atas peristiwa ini, saya berharap kepada aparat penegak hukum.
Persoalan yang kami hadapi ini, segera di tindak secara hukum, atas pelaku kejahatan berantai secara Struktural bersama sama.
“Karena anggaran dana untuk pembelian mesin tempel ini, merupakan dan bersumber melalui dana APBD Provinsi Sumatera Barat ” tambahnya.
Awak media Eri Chan bergeser dan menghubungi via WhatsApp, kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus, terputus tidak bisa dihubungi.
Ia (Firdaus) diduga Kadis Perikanan dan Pangan, telah memblokir nomor WhatsApp awak media.
Di tempat terpisah dikonfirmasi Sekretaris KUB Tanjung Pulai inisial SI, dia mengakui adanya biaya penebusan mesin perunit Rp10Juta.
Dan dia mengatakan “, Indra boleh mengambil mesin tempel ini, tetapi Indra harus membayar Rp.10juta, rata-rata setiap orang, yang mengambil mesin di sini membayar Rp.10.000.000,” ujarnya.
Lanjut dikonfirmasi inisial IW sebagai Penyuluh Perikanan, di Kecamatan Air Pura. Dia marah-marah dan mengecam, pada awak media saat konfirmasi.
“Seraya mengatakan kalau masalah pembayaran Rp 10.000.000, tanyakan sama pengurus kelompok, itukan urusan internal kelompok,” katanya.
Konfirmasi dilanjutkan.. Pak tolong sampai ke Pak Kadis, ini nomor WA saya, saya ingin mengkonfirmasi, IW menjawab, yang boleh bertanya tentang kegiatan Dinas Perikanan Inspektorat.
Apakah kamu Inspektorat, perlu kamu ingat yaa.., semua chatting WhatsApp kamu dengan saya, sudah saya simpan ingat kamu ” tegasnya IW.
Konfirmasi kembali dilanjutkan.. begini Pak saya sudah konfirmasi .. ,diduga Kadis Perikanan dan Pangan Firdaus, nomor WhatsApp saya, telah diblokir olehnya.
Bagaimana saya mau konfirmasi, tanya awak media. IW menjawab “di mana kamu sekarang, jantan kamu,” kata IW.
Dan seraya menambahkan, “kalau kamu jantan, datang ke rumah saya sekarang,” tegasnya.
Sementara sebelumnya pada tanggal 5/2/2025 di Kantor Dinas perikanan IW berkata, lemah lembut kepada awak media’, hanya saja kepala Dinas Firdaus tidak bisa ditemui .
Di lain tepat Fraksi PKS angkat bicara jika dilakukan pungli, oleh pengurus kelompok, dan dipungut dana Rp.10 juta perunit mesin tempel nelayan, segera laporkan ke pihak kepolisian,” tegasnya.
Lanjut pernyataan dari Penyuluh Perikanan mengatakan, larangan kepada wartawan ketika konfirmasi.
Hal ini menjadi sorotan oleh beberapa orang awak media, karena Insan Pers dilindungi oleh Undang Undang.
Menurut kajian dari Hukum Online: Pungli merupakan sebuah tindak pelanggaran hukum, yang diatur dalam KUHP. Dilansir dari Hukum Online.
https://www.hukumonline.com/berita/a/pungli-dan-jerat-hukumnya-lt6267dc33565b6/
Dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden No.87 Tahun 2016.
Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Pengertian Pungutan Liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri, atau penyelenggara.
Yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pada Pasal 368 KUHP menyatakan, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun. (Eri Chan SPMI).