Bitung – Suaraindonesia1, Digitalisasi Pasar Rakyat, Tantangan Masa Depan Pemerintah “Torang ini so kalah dari online. Pasar so sepi. Orang-orang belanja online lebih praktis. Belum lagi harga terkadang dorang (mereka) lebih murah)”.Haji Sono demikian pemilik kalimat kalimat diatas sebagai pengurus APPSI Kota Bitung.
Sebuah kekhawatiran yang menyeruak dalam sanubari pedagang pasar, melihat kondisi pasar rakyat akhir akhir ini. Haji Sono sapaan akrabnya adalah pedagang pakaian jadi dipasar winenet. Hampir 15 tahun menggeluti bisnis fashion dikota Bitung. Tokoh pedagang dan pimpinan organisasi Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia – Appsi Kota Bitung.
Haji menilai “Jika tidak ada terobosan pemerintah lewat perumda, maka pasar rakyat akan ditinggalkan”.
Kekhawatiran haji Harsono adalah kegundahan seluruh pedagang pasar di Indonesia. Dalam berbagai diskusi aktif internal Appsi se Indonesia, persoalan ancaman online skala global adalah tantangan bagi dunia usaha dilevel tradisional.
Baca: Refleksi akhir tahun 2021 Catatan Appsi Kota Bitung. (BAGIAN 2)
Tidak hanya di Bitung yang dampaknya sangat terasa, dibeberapa daerah di Indonesia pasar ditutup karena pedagang bangkrut. Bahkan sekelas ritel modern raksasa Hypermart dan matahari tumbang berjatuhan karena intervensi dunia maya dan tekanan pasar dalam iklim pandemi.
Apalagi iklim pasar tradisional. Dilingkungan pasar kota Bitung, banyak kios tutup karena barang tak laku, dan hutang menumpuk. Jika memiliki sumber daya, sebagian beralih kedunia digital dan meninggalkan pasar rakyat.
Belum lagi ditambah persoalan regulasi yang lebih memberikan ruang bagi ritel modern. Contoh saja Peraturan Menteri Perdagangan 23 Tahun 2021, tentang pedoman pengembangan, penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan, yang dengan resmi menggantikan Permendag No 56 tahun 2014 tentang Perubahan Permendag Nomor 70 tahun 2013 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern.
Bahkan dalam aturan terbaru tidak menyebutkan frase tentang pasar rakyat!! Jadi dianggap kewajaran jika regulasi tersebut tidak memasukan perlindungan jarak pasar rakyat, terhadap pembukaan toko2 swalayan seperti Indomaret dan Alfamaret yang menggurita didekat pasar tradisional. Sementara perlindungan regulasi daerah, Bitung belum memilikinya.
Kita baru memasukan dalam Prolegda 2022, lewat Perumda Pasar dan Komisi perekonomian DPRD Bitung. Jadi, Jangan heran jika seandainya kedepan, ada toko modern yang dibangun ditengah pasar, dan menjual barito,sayur dan ikan segar.
Ditengah pesimisme kita pada aturan dan skema online pasar global, apakah ada solusi? Jelas masih ada harapan. Satu2nya langkah strategis pemerintah adalah modernisasi pasar masuk dalam system online global, dengan metode digitalisasi pasar rakyat. Sejalan dengan cita2 pemerintah hebat MMHH, Bitung Kota Digital.
Menangkap dan mencari solusi, Appsi dan Perumda tengah meramu skema digital tersebut. Sejalan dengan langkah2 strategis tim percepatan, Appsi mendorong adanya Website resmi pedagang pasar Kota Bitung.
Didalamnya terbangun sistem data pedagang disetiap pasar, beserta produk dan harga komoditinya. Kebetulan Staf Khusus UMKM Angga Longdong sudah berhasil membangun aplikasi “UMKM Ketok Pintu”, sebuah terobosan anak muda kota Digital membangun jaringan online pedagang Bitung, masuk jaringan global.
Apa ruang yang bisa dimanfaatkan pedagang pasar? Bergandengan tangan dengan Perumda, Appsi dan Tim percepatan tengah menggodok data digital pedagang kota Bitung disemua pasar, untuk dimasukan dalam website pemerintah kota.
Menurut Michael Tatontos, Tim Digital Pemkot, selanjutnya dalam website akan dibangun jaringan informasi, dengan memetakan lokasi pasar, agar semua pedagang bisa terkoneksi dalam peta digital, sehingga pengunjung Website bisa mengakses langsung pedagang beserta informasi produk,harga dan kontak person pedagang. Bisa transaksi, dan berlanjut pada pengantaran.
Website ini dimiliki oleh pemerintah, dan diakses gratis seluruh warga kota, tanpa memanfaatkan vendor aplikasi sebagai pihak ketiga. Menghindari vendor aplikasi karena akan berdampak pada harga pasar. Sebab harus ada kompensasi keuntungan bagi pemilik aplikasi.
Dan tentunya tempat belanja produk hanya sesuai pilihan vendor aplikasi. Seperti yg terjadi pada beberapa aplikasi sebelumnya, yakni Patra dan Orens. Website akan memberikan keadilan bagi pembeli untuk berkomunikasi langsung dgn pedagang via Whatsapp. Disamping itu perlu ada kerjasama dengan Perumda untuk menata pedagang didalam pasar. Sebab peta digital pedagang, akan disesuaikan dengan lokasi tempat jualan didalam pasar.
Tantangan yang berat, karena tentunya modernisasi pasar harus dimbangi dengan perbaikan prasarana. Jaringan internet yang berkualitas serta perangkat operasi digital yang kompetibel.
Namun, Jika sistem ini terbangun maka pasar akan mampu menjangkau masyarakat kota dengan produk2 tradisionalnya. Pedagang pasar akan mengintervensi dunia digital market, yang dipenuhi para penjual online. Mengimbangi jaringan pedagaang online yang saat ini mampu menguasai media sosial. Pedagang pasar akan hadir dirumah rumah dan berhadapan langsung dengan pembeli, dalam komunikasi digital. Pertarungan akan berimbang.
Pekerjaan rumah kita memodernisasi pasar menuju sistem digital tentu tidak mudah. Michael Tatontos mengatakan, kerja Holocrasi adalah solusi bersama membangun kota. Visi ini dari Walikota. Karena itu mari kita bergandengan tangan mewujudkannya.
Tantangan modernisasi pasar dengan mewujudkan sistem digital pasar rakyat, akan menjadi pekerjaan rumah semua pihak. Pemerintah, Perumda, Appsi dan Pedagang.
Dibawah pemerintahan Ir. Maurits Mantiri dan Hengky Honandar, kita akan berjuang bersama mewujudkan kerja Holocrasi yang efektif. Tantangan berat, namun kita optimis jawaban kekhawatiran Haji Harsono dan ribuan pedagang pasar tradisional, akan terselesaikan. Mari berjuang bersama. (Bersambung)
(Aten SK)