JakartaI Suara Indonesia1,id – Malam itu Semar Mbangun Khayangan, menjadi totonan semalam suntuk di halaman upacara Mahkamah Agung ( MA ) RI . Wayang kulit yang didalangi 4 pedalang itu, digelar sebagai acara memeriahkan ulang tahun ke 78 MA- RI , Jumat, (25/8/2023).
Wayang kulit dengan lakon “Semar Mbangun Khayangan” dilangsungkan di halaman upacara Mahkamah Agung RI, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat, (25/8/2023).
Cerita Semar Mbangun Khayangan ini sangat populer dan banyak dipentaskan oleh para dalang, tak terkecuali di Mahkamah Agung RI dengan 4 dalang masing-masing Ki Dr Yanto, S.H.,M.H., Ki MPP Bayu Aji (Mayor Laut), Ki Sri Kuncoro, dan Ki Harso Wiji Santoso.
Cerita Semar Mbangun Khayangan menggambarkan sosok pemimpin yang tidak mampu bersikap adil, hanya mendengar pendapat para petinggi, dan tidak mementingkan kebutuhan rakyatnya.
Dalam pagelaran Semar Mbangun Khayangan ini mengisahkan kegelisahan Semar terhadap nasib rakyat yang semakin sengsara di Amerta.
Ia pun berpikir keras dan mencari jalan keluar bagi masalah tersebut. Diantara ide-ide Semar, salah satunya yaitu ingin membangun khayangan.
Namun, khayangan yang dimaksud Semar bukanlah bangunan yang megah dengan segala isinya. Khayangan merupakan simbolik sikap dan mentalitas mental dan jiwa para Pandawa selaku tokoh pemimpin ideal yang menjadi harapan rakyat banyak.
Pagelaran wayang kulit itu dihadiri Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, S.E., M.M., yang sering disebut Laksamana Budayawan karena kecintaannya kepada seni budaya warisan leluhur,
Lakon “Semar Mbangun Khayangan” memang memilik daya tarik karena memberikan inspirasi bagi para pemimpin. Tokoh Semar yang merupakan representasi wong cilik, rakyat jelata. Semar mencoba membangun khayangan. Khayangan yang dimaksud Semar bukanlah istana megah melainkan sebuah harapan kembalinya sikap pemimpin untuk open dan mendengarkan suara rakyat banyak.
Ada pesan-pesan moral yang disampaikan dalam cerita wayang tersebut.. Diantara pesan-pesan itu yakni kiranya pemimpin seyogianya memiliki dan memupuk rasa asah, asih, asuh, ngopeni (memelihara) dan ngayemi (memakmurkan). Sehingga makna Khayangan dapat tercipta di dalam negeri makmur, adil, sejahtera, dan sentosa, gemah ripah loh jinawi.
Sekitar empat ribu-an tampak serius menyaksikan pagelaran ini. Sebagian besar diantaranya adalah pegawai unit pengadilan di seluruh nusantara, serta penonton umum lainnya.
Selain Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. M.H Syarifuddin S.H., M.H, pagelaran wayang kulit itu dihadiri Laksamana Budayawan, yang merupakan sebutan bagi Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, S.E., M.M.
Tampak juga hadir menyaksikan pegelaran wayang kulit yang terbuka untuk umum itu, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, S.E.,M.M. Ketua MK Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., Kapolri, Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, M.S.i, MenPAN RB Azwar Anas, Ketua Ombudsman Mokhammad Najih, S.H., M.Hum., Ph.D. pejabat Kementerian dan pejabat MA lainnya.
Tontontan tersebut juga disaksikan secara live streaming di 906 satuan kerja MA yang tersebar di seluruh Indonesia. (*)