Bitung – Suaraindonesia1, Teka-teki persoalan tanah pasar winenet yang diklaim oleh keluarga Awondatu, tuntas dalam rapat Forum Komunikasi Muspida Tingkt II Bitung pada senin lalu.
Hal ini ditegaskan Direktur Utama Perumda Pasar Bitung Harto Kahiking ketika dikonfirmasi kejelasan status puluhan pedagang yang hingga hari ini masih diblokir dan tidak bisa berjualan.
Kahiking menjelaskan, telah dilakukan rapat koordinasi dengan Muspida Kota Bitung yang dihadiri Kapolres, Kejari, Dandim, dan Walikota kepala daerah juga bertindak sebagai Moderator.
Rapat juga dihadiri Badan Pertanahan Nasional BPN dan Perumda pasar bahkan juga diikuti staf khusus pertanahan dan mantan pengukur BPN yang memahami peta bidang dan objek persoalan.
Bahkan Kahiking mengatakan pihak keluarga diundang tetapi tidak hadir. Menurut Kahiking, kesimpulan rapat koordinasi menghasilkan kesepakatan dan keputusan bahwa sertifikat 68 yang dijadikan alasan keluarga menduduki tanah pasar sudah bukan hak keluarga Awondatu.
Sebab objek tanahnya telah dipetakan pada tahun 2016 habis dijual dan telah dipisahkan pada 16 objek sertifikat dan jalan.
Bahkan menurut BPN, transaksi terakhir pemisahan objek tanah Awondatu, adalah pembayaran pemerintah kota Bitung yang telah dibuatkan Akta Jual Beli tahun 2005, dan ditanda tangani lengkap 4 ahli waris keluarga dan disaksikan oleh saksi kelurahan.
Baca: Kapolres Bitung, Sampaikan Materi Tentang Kamtibmas Dalam Pertemuan Temu Tokoh Lintas Agama.
Oleh karena itu Kahiking menegaskan, Forkopimda sepakat bahwa pemerintah harus tegas, untuk mengambil alih tanah negara yang telah diserobot pihak keluarga.
Kahiking menegaskan, dukungaan ketegasan itu disampaikan Kepala kejaksaan, agar kepolisian memgambil tindakan tegas.
Pasalnya yang diaerobot adalah tanah negara, yang sudah berkekuatan hukum. Ada uang rakyat yang dibayarkan.
Negara tidak boleh tunduk dan kalah, demikian penjelasan kejari, menurut Kahiking. Sementara kapolres dalam rapat tersebut lanjut Kahiking, menegaskan hal yang sama. Bahwa negara akan bertindak.
Teka teki persoalan tanah pasar awondatu memang terurai satu persatu dalam rapat tersebut.
Menurut Kahiking, Hendrik Tumuri staf pertanahan Pemkot Bitung yang juga mantan pengukur didampingi Herry Suwawa mengatakan, bahwa sudah dilakukan pengukuran dan pemetaan. Bahwa jalan yang diklaim keluarga itu sudah terbayar.
Bahkan dalam perhitungan BPN berdasarkan Akta Jual Beli, keluarga Awondatu tidak bisa mempertanggung-jawabkan sebagian lahan objek transaksi dalam sertifikat 68 seluas 540m2.
Sebab hasil pengukuran tanah sisa, sertifikat 68 hanya menyisakan objek 235m2. Sementara yang dibayar 540m2. Karena itulah dianggap wilayah jalan, agar objeknya jelas.
Menurut Tumuri ketika rapat korrdinasi, sebenarnya para ahli waris sebagian besar mengerti, tapi memang ada oknum yang bertindak premanisme dan selalu bertentangan dengan hasil ini.
Oknum itu juga yang kabarnya memerintahkan pemblokiran pasar.
Kahiking menambahkan memang akta jual beli tahun 2005 telah terbayar lahan seluas 1415m2.
Yang objeknya diambil dari sertifikat 140 pecahan dari sertifikat 68. Objeknya jelas.
Dan ada luas 540m2 diambil dari objek induk SHM 68 tetapi tidak bisa ditunjuk pihak penjual. Ada yang ditunjuk tetapi objeknya tidak sesuai dengan akta jual beli.
BPN sendiri menurut Kahiking sudah mempelajari penarikan sertifikat yang dikeluarkan BPN tahun 2005. Dalam dokumen tersebut ada persetujuan yang dilakukan pihak keluarga untuk ditarik, diwakili ahli waris yang masih hidup pada 2016 lalu.
Oleh karena itu surat penarikan tersebur dianggap sah dan berkekuatan hukum.
Kahiking menegaskan berdasarkan hasil rapat tersebut, maka rabu hari ini. Aparat negara yang terdiri dari Kepolisian dibantu personil Marinir dan Personil Kodim 1310 akan melakukan penyelamatan aset negara, karena penerobosan pihak keluarga.
Sementara itu, media coba mencari keterangan dilapangan. Dan menemukan bapak elyas Rauf, seorang pedagang pasar yang semenjak awal bersikukuh menegaskan bahwa tanah itu sudah selesai dibayar pemerintah.
Elyas Rauf adalah saksi pengukuran yang diperintah oleh komisi ombusman pada tahun 2016 kepada BPN. “dokumennya ada.
Dan jalan yang diklaim mereka itu bukan objek 68. Sudah jadi jalan sebelum sertifikat tahun 83 keluar” tegas Rauf.
Hal itu diperkuat dengan bukti sertifikat lebih tua tahun 1979 disekitar lokasi, yang menerangkan wilayah jalan. Jadi jalan yang saat ini dipertentangkan tidak masuk dalam objek 68. Sama seperti ojbjek pasar rakyat.
Menurtnya memang sejak awal ada oknum dari dinas perdagangan yang menyembunyikan hasil pengukuran. Dan membiarkan pihak keluarga merajalela dipasar winenet”.
Akibatnya proses pemisahan terakhir objek 68 tidak dituntaskan, padahal ada akta jual beli tahun 2005. Elyas Rauf yang pernah diusir pihak keluarga karena menjadi saksi pengukuran menegaskan, bahwa semua pedagang tua dipasar wineenet mengerti persoalannya, tetapi takut karena intimidasi dan ancaman seorang oknum biang kerok persoalan pasar disana.
“Mereka mengambil pungutan dan menggunakan aset Pemda seluas 540m2 bahkan sebagian besar pasar, untuk kantong pribadi, padahal sudah dibayar tahun 2005. Dokumennya ada”.
Jelas Rauf. Rauf yang merasa terzolimi selama ini berharap pemerintah menindak tegas mereka. “semoga pak walikota sekarang bisa menuntaskan persoalan ini dengan tegas. Jika perlu hukum para pihak yang mengambil keuntungan atas aset yang dimanfaatkan untuk pribadi.
Ada kerugian negara disana selama lebih dari 5 tahun dibiarkan”.
sEmntara hingga informasi ini diberitakan, pihak keluarga masih memblokir kios sejumlah pedagang.
Mereka bersikukuh bahwa mengantongi sertifikat 68, dan tidak akan tunduk pada aparat. Bahkan sejumlah ahli waris akan mempertahankan lokasi tersebut, meski ditertibkan.
Menurut mereka, sertifikat tdk diserahkan karena masih adanya tanah sisa.
(Aten Sk)