Limapuluh Kota |suaraindonesia1- Banyak pihak santer mengecam sikap Wakil Bupati Limapuluh Kota, Riski Kurniawan Naskari dan menuduh “Abuse of power ” telah lakukan tindakan penyalah gunaan wewenang jabatan yang melekat padanya untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Hal tersebut disebutkan telah merugikan keuangan atau perekonomian kabupaten Limapuluh Kota, berpotensi di jerat UU No.31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU No.30 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah.
Pasalnya, pasca dilantiknya Bupati Lima Puluh Kota Bapak Safaruddin Dt. Bandaro Rajo dan Wakil Bupati Rizki Kurniawan Nakasri di Auditorium Kantor Gubernur Sumatera Barat, 26 Februari 2021, ternyata keharmonisan Bupati Limapuluh Kota, Safaruddin Dt. Bandaro Rajo dan Wakilnya, Riski Kurniawan Naskari, tidak berjalan sesuai misi, visi pasangan SAFARI itu.
Hiruk pikuk memburuknya hubungan antara Bupati dan Wakilnya, juga mempengaruhi semangat kerja ASN di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Limapuluh Kota signifikan merosot.
Menyikapi tidak harmonisnya hubungan antara Safaruddin Dt. Bandaro Rajo dan Riski Kurniawan, berdampak dipencundang/tuduhan macam-macam ke sosok Bupati, agaknya membuat gerah sosok orang nomor satu itu bereaksi.
Pada suasana jumpa pers dalam rangka tiga tahun kepemimpinan pasangan Bupati Safaruddin dan Wakil Bupati Rizki Kurniawan Nakasri, Senin (26/2/2024) Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota menggelar kegiatan jumpa pers dalam rangka tiga tahun kepemimpinan kepala daerah, yakni pasangan Bupati Safaruddin dan Wakil Bupati Rizki Kurniawan Nakasri, Senin (26/2/2024) di aula kantor bupati setempat.
Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Dt. Bandaro Rajo mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan Wakil Bupati Rizki Kurniawan Nakasri sejak Juli 2023.
Dipaparkan, “Saya secara pribadi, sejak bulan Juli 2023 tidak pernah melihat batang hidungnya dan tak pernah datang ke kantor,” sebut Bupati Safaruddin.
Kendati demikian, ia bersama OPD tetap menjalankan tanggung jawab sebagai pimpinan daerah untuk menyukseskan visi misi dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah disusun.
“Saya selaku pimpinan daerah terus melakukan tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan pembangunan dan menyelenggarakan visi misi daerah bersama OPD. Alhamdulillah kita mampu meraih berbagai prestasi di berbagai bidang,” ujarnya.
Direktur Law Office Jaka Marhaen, SH, & Asociates, yang berhasil dimintakan tanggapannya seputar carut marutnya kinerja pemerintahan Kabupaten Limapuluh Kota, konon hanya dinakhodai bupatinya Safaruddin Dt. Bandaro Rajo, tanpa didampingi Wakilnya, konon lebih banyak berkiprah di luar tanpa izin komandannya ( Bupati- red ).
Jaka Marhaen, SH, ” Jika benar hal tersebut kini kondisinya di Pemerintahan Limapuluh Kota, Wakil Bupati, “Abuse of power” yakni telah melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Asas menyalah gunakan wewenang sendiri diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e dan penjelasannya. Asas ini mewajibkan setiap badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampur adukkan kewenangan.
Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi, sesuai Undang-undang Nomor 31Tahun l999 junto Undang-Undang Nomor20 Tahun 2001 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi.
Menurut ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.
Dilain pihak, mengacu Pasal 77 ayat 3, Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang meninggalkan tugas selama 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam satu bulan tanpa izin, maka bisa mendapatkan teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur, demikian papar Jaka.
Ditambahkan pada Pasal 78 UU 23/2014, ayat (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah di berhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c karena:
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah; d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;, imbuh Jaka.
Penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini merupakan sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31Tahun l999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Unsur penting yang dimaksudkan adalah”penyalahgunaan wewenang, yang dapat menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara”.
Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan khususnya dalam pengelolaan dan peruntukkan keuangan negara oleh aparatur negara, sesungguhnya itu merupakan tindak pidana korupsi oleh karena sifatnya merugikan perekonomian negara dan
keuangan negara, demikian imbuh Jaka.
Wakil Bupati, Riski Kurniawan Nakasri, yang berusaha dimintakan tanggapannya seputar rumor sikapnya dituduh “Abuse of power”, namun hingga berita ini update, belum didapatkan tanggapannya.
Ditempat terpisah, Gubernur Sumatera Barat, H. Mahyeldi Ansyarullah, yang telah dimintakan tanggapannya, namun hingga detik ini belum berikan tanggapannya.
Padahal, mengacu Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 77 ayat 3, Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang meninggalkan tugas selama 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam satu bulan tanpa izin, maka bisa mendapatkan teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur.
Mengacu Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 77 ayat 3, Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang meninggalkan tugas selama 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam satu bulan tanpa izin, maka bisa mendapatkan teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur. ( YY )