Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal daerah pemilihan Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan para menteri, agar tidak menambah beban kepada Presiden Prabowo Subianto.
Mengingat beban yang ditanggung Presiden Prabowo Subianto, sangat besar dalam menghadapi situasi yang tidak menentu dalam perspektif geopolitik regional maupun internasional saat ini.
“Jangan sampai nanti presiden terus dibawa-bawa untuk menyelesaikan masalah dengan menganulir keputusan-keputusan para pembantunya. Karena dalam catatan saya sudah ada beberapa kebijakan presiden yang menganulir kebijakan kementerian teknis,” ungkap Ketua DPD RI ke-5 itu.
Kebijakan menteri yang dianulir Prabowo itu, lanjut LaNyalla, di antaranya pembatalan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang esensial, dengan hanya mengenakan untuk barang mewah di Kementerian Keuangan.
Lalu membatalkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang menunda pengangkatan CASN 2024. Merespons itu, Prabowo mengeluarkan instruksi agar pengangkatan dipercepat.
Kebijakan lainnya adalah mencabut izin eksplorasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah muncul protes publik atas kondisi Raja Ampat, karena menabrak UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil yang tidak boleh ditambang.
Terbaru, Prabowo mengambil alih dan menyelesaikan polemik pengalihan empat pulau ke Sumatera Utara yang memicu keberatan Rakyat Aceh.
“Jangan terus menerus presiden diseret untuk mengambil alih penyelesaian masalah. Ini namanya menambah beban. Seharusnya hanya ada satu visi, yaitu visi presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Bukan visi menteri yang berbeda-beda, apalagi dampaknya membuat daerah bergolak,” tandasnya.
Setelah Presiden Prabowo Subianto membatalkan kebijakan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan mengembalikan kepemilikan Pulau Panjang, kemudian Pulau Lipan, kemudian Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, ke Provinsi Aceh, kini muncul persoalan serupa di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Lalu menyusul Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, Kemendagri tetap memasukkan 13 pulau itu yang dulunya berada di wilayah Kabupaten Trenggalek menjadi masuk ke wilayah Tulungagung.
Tak ayal, anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal daerah pemilihan Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti angkat bicara.
Ia mengaku heran dengan kebijakan Kementerian Dalam Negeri yang justru memicu kegaduhan di daerah, mengingat sejak dulu 13 Pulau itu berada dalam wilayah Kabupaten Trenggalek.
“13 Pulau itu sejak dulu sudah berada di wilayah Trenggalek, dan sudah sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Timur. Bahkan sudah ada SK tentang 13 Pulau itu, yaitu SK Nomor 100.1.1-6117 tahun 2022 yang memutuskan 13 pulau kecil itu milik Kabupaten Trenggalek,” ujar LaNyalla, Kamis (19/6/2025) di Jakarta.
13 pulau yang dimaksud adalah, Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.
dikutip dari : Biro Pers dan Informasi LaNyalla (lanyallacenter.id)