SuaraIndonesia1, Sumba Timur NTT – Kisruh dan polemik tentang status kepemilikan tanah lokasi Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) Kabaru yang terletak Desa Kabaru Kecamatan Rindi Lodu Kabupaten Sumba Timur NTT yang saat ini sedang menjadi perdebatan di masyarakat NTT baik di media sosial bahkan sampai ada aksi demontrasi yang di lakukan di beberapa wilayah.
Kejadian ini berawal dari kunjungan Gubernur NTT, Vicktor Bungtilu Laiskodat, SH, M.Si, Sabtu 27/11/2021 di Lokasi UPTD untuk memastikan jalannya proses persiapan lokasi yang sedianya akan di kembangkan sapi jenis Wagyu.
Di tengah kegiatan tersebut ada salah satu warga masyarakat yang meminta gubernur berdialog sebentar dan gubernur bersama rombongannyapun bersedia dan memberi waktu, dan setelah memperkenalkan diri Ia adalah Umbu Maramba Hawu yang adalah tokoh masyarakat dan juga Ketua Adat aliran kepercayaan marapu di wilayah itu.
Dalam percakapan itu Umbu Maramba Hawu menanyakan Surat bukti penyerahan tanah dan Siapa yang menyerahkan sehingga lahan tersebut sudah di jadikan aset Pemprov NTT padahal menurut beliau tanah tersebut adalah tanah ulayat yang statusnya hanya di pinjamkan kepada pemerintah bukan di serahkan untuk di jadikan hak milik katanya.
Mendengar hal tersebut Gubernur mengatakan “kalau kalian mau saya membangun daerah ini tolong dukung apa yang menjadi program pemerintah, ucap VBL. dan karena kunjungan saat itu bukan untuk datang klarifikasi persoalan tentang kepemilikan atau status tanah maka kesannya tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan atas permohonan UMH saat itu.
Dan di saat dialog sedang berlangsung ada salah satu anak muda yang selalu memotong pembicaraan antara Gubernur dan Umbu Maramba Hawu (terlihat di hasil rekaman vidio yang viral saat ini) maka dengan spontan VBL melontarkan kata – kata yang terkesan tidak pantas kepada anak muda tersebut sehingga hal itu menjadi isu yang merebak ke mana – mana, isunya tidak lagi pada subtansi persoalan yang di sedang di bahas.
Umbu Maramba Hawu merasa tidak puas dengan jawaban itu, beliau langsung meninggalkan tempat itu dengan menggerutu dan marah – marah.
Kronologis Kejadian. – Kehadiran Umbu Maramba Hawu Sabtu 27/11/ 2021 di lokasi UPDT menurutnya karena mendapat informasi lewat pesan singkat/ SMS dari aparat TNI yang jaga di PT. Asia BEEF, “saya disuruh Gustafo, kasih tau Umbu, untuk ketemu pak gub tgl 27 kata Umbu Angga dan Umbu Jems.
Hal ini dibenarkan juga oleh kepala Desa Kabaru Nofri Malahere yang tiba di lokasi kurang lebih sekitar jam 10:00 wita “Sekiranya pukul 10:00 wita itu awalnya saya hadir disana, kemudian disusul oleh UMH, seingat saya kaka Umbu Angga itu datang beberapa menit barang kali lalu beliau sampai, jadi saya ingat persis saya dan UMH duluan, Umbu Jems, kaka mantan dari Kambata bersama saya punya saudara dari kios atau bapa nona yang hadir pada waktu itu” tandas kepala Desa Kabaru.
Baca: 2 Wartawan Memberikan Keterangan di Polsek Lewa Terkait Kasus Perusakan Mobil dan Motor Vikson
Dari keterangan fakta yang didapat dalam penelusuran tersebut tidak ada undangan resmi yang disampaikan kepada UMH dari pihak PEMPROV untuk datang bertemu dan mendiskusikan terkait persoalan lahan UPTD. Hal ini diperkuat dengan keterangan dari UMH “ kalau lihat masalah ini sebenarnya tidak rumit, kalau menurut saya sebagai orang sumba, karena kenapa? Artinya kita duduk ya sudah seperti begitu sudah, Cuma belum lama dia (Gub) duduk, Beliau langsung Tanya sama kepala Desa dengan Camat seperti begitu, nah kepala Desa, Camat kita mulai, mana sudah ini yang suka protes – protes bagitu” kata UMH meniru kata-kata pak VBL.
Lanjut UMH “saya sudah pak, kenapa protes-protes, sayakan tanya itu Surat bukti penyerahan tentang lokasi ini”, dari penggalan pernyataan UMH yang dikutip terlihat jelas bahwa kehadiran UMH dan keluarga tidak diundang secara resmi dan merupakan pertemuan spontanitas saja.
Dalam jumpa Pers dengan Media SuaraIndonesia1.id dan media Suara Rakyat (04/12/2021) di kediaman Umbu Maramba Hawu yang berlangsung kurang lebih dua jam, pihak UMH maupun Umbu Jems dan Umbu Angga tidak menjelaskan kronologis sehingga kata “monyet” yang menjadi viral di medsos bahkan digiring menjadi isu rasis padahal pada pertemuan tersebut kepala Desa Kabaru Nofri Malahere juga memberikan kesempatan kepada Umbu Jems untuk mengutarakan isi hatinya kepada media tetapi tidak diberi kesempatan oleh Umbu Angga dan sekaligus Umbu Angga menutup sesi wawancara.
Melihat situasi dan kondisi tersebut (06/12/2021) Media SuaraIndonesia1.id dan Media Suara Rakyat terus melakukan penelusuran untuk mencari referensi demi mendapatkan fakta dan informasi yang benar kepada publik.
Tim media menuju suatu tempat yang di ketahui adalah kampung besarnya warga Desa Palagay untuk menemui salah satu sesepuh di wilayah itu ia bernama Umbu Diki Njurumay yang usianya sudah 99 tahun (sesuai pengakuan beliau).
Kami menanyakan beberapa hal terkait sejarah peradaban kerajaan Mangili dan kerajaan tetangganya yaitu kerajaan Parai yawang.
Yang lebih spesifik di tanyakan tentang marga/kabihu apa saja yang mendiami wilayah itu, nama – nama kabihu dan batas wilayah pengembalaan antara Mangili dan Paraiyawang.
Adapun nama – nama Kabihu adalah kabihu Karinding, Mbarapapa,Waijelu, Haloy dan Tidahu.
Dan batas wilayah kerajaan Mangili dan Kerajaan Parai yawang adalah batas alam yaitu Sungai Rendi Umajangga.
Narasumber pertama yang di temui Umbu Diki Njurumay berasal dari Kabihu Marru yang mengawini anak perempuan dari pamannya Umbu Lakar Tara andung yang adalah sesepuh dari Kabihu Karinding yang juga sekaligus yang di tuakan oleh kelima Kabihu tersebut.
Umbu Diki Njurumay diangkat sebagai anak tertua dari Umbu Lakar Tara Andung karena beliau hanya memiliki satu anak laki – laki yang masih kecil yaitu Umbu Makatehu.
Di tanyakan tentang proses penyerahan tanah lokasi UPTD saat itu, marga apa saja yang terlibat dan menyetujui, beliau mengatakan kelima kabihu yang saya sudah sebutkan di atas itulah yang sepakat menyerahkannya kepada pemerintah, sekitar tahun 50an ucap beliau.
Alur penyerahan tanah itu ialah dari kelima Kabihu yang di wakili oleh Umbu Lakar tara andung kepada pemerintah Swapraja yang saat itu adalah Umbu Hambadima kabihu Uma penji – Paraiyawang.
Apakah ada ganti rugi atau janji dari pemerintah saat itu? beliau mengatakan yang kami ketahui tidak ada ganti rugi dalam bentuk uang, kami pernah di kasih bantuan sapi yang di sebut Kopel Sebelas di sebut kopel Sebelas mungkin karena jumlahnya Sebelas ekor, yang sistemnya di gilir di masyarakat. dan juga beberapa tahun lalu lagi kami juga masih di beri masing – masing dua ekor sapi betina induk untuk kami pelihara sendiri, jadi kalau di tanya tentang dampak positif dari adannya UPTD ini buat kami yah memang sudah merasakan itu, katanya.
Dan terkait bantuan sapi ada juga narasumber lain yaitu Petrus Ndamunamu (mantan kepala desa) juga mengatakan bahwa bukan kopel sebelas saja tapi masih ada kopel enam, kopel tiga yang pernah di bagikan oleh UPTD.
Lebih lanjut di tanyakan tentang adanya Kabihu – kabihu lain yang ada di wilayah tersebut, Umbu Diki Njurumay mengatakan berawal dari adanya hubungan pergaulan sosial dan juga kawin – mawin antara Kabihu, maka dengan sendirinya beberapa Kabihu menjadi menetap di sini, termasuk Kabihu Marru, Uma Andung dll.
Uma Andung yang tadinya adalah warga Paraiyawang datang meminta lokasi untuk bercocok tanam dan juga berternak, karena hubungan kekeluargaan dan pergaulan sosial yang memang sangat terjaga saat itu maka Kabihu Karinding memberikan lokasi di wilayah Kabaru dan mereka menetap di sana hingga sampai saat ini.
Dan jika beliau mengatakan bahwa beliaulah pemilik ulayat atau Lokasi UPTD sekarang ini maka kami nyatakan dengan tegas beliau telah keliru dan tidak sesuai dengan sejarah atau histori yang sesungguhnya.
Menanggapi terkait adanya insiden yang terjadi saat Gubernur datang survey tentang persiapan lokasi UPTD yang lalu, ia menyayangkan hal itu, menurut beliau untuk apa kita mengungkit atau mempersoalkan lagi tempat yang sudah lama di gunakan oleh pemerintah, kami selalu dukung apa saja yang pemerintah lakukan di lokasi itu, jika itu manfaatnya di rasakan oleh masyarakat banyak.
Lagi pula kalau mau bicara tentang Kabihu yang berhak untuk wilayah itu yah mestinya Kabihu karinding bersama empat Kabihu lainnya , ucap Kakek ini dengan bahasa sumba dan sekali – sekali berbicara mengunakan bahasa indonesia.
Demikian pula narasumber kedua yang di jumpai terpisah, Umbu Nggabi Randjamuda (57) Kabihu Karinding, Ketika di konfirmasi tentang histori dari Kabihu / Marga yang secara turun – temurun mendiami wilayah tersebut membenarkan apa yang di sampaikan oleh Umbu Diki Njurumay tentang kelima Kabihu yang memang sebagai pemilik tanah tersebut.
Di tanya apakah rencana dari Umbu Maramba hawu untuk menanyakan Surat bukti Penyerahan kepada gubernur saat itu pernah di bicarakan atau di ajak ikut untuk datang menemui gubernur saat itu? Beliau memang datang namun kami mengatakan kepada beliau agar duduk bersama dulu dengan Kabihu – Kabihu lain agar kita sepaham dalam mempersoalkan hal ini, namun beliau tidak menerima saran kami maka kami yang lain tidak ikut dalam kunjungan gubernur tersebut.
Menurut Umbu Nggabi Randjamuda kita tidak usahlah mengusik apa yang telah di lakukan oleh Nenek moyang kita, kalau toh program pemerintah itu juga bermanfaat untuk masyarakat banyak.
Kami menghargai apapun upaya dari Umbu Maramba Hau jika itu adalah murni mempertanyakan hak masyarakat adat tapi kalau ada tujuan lain di balik ini semua, kami tidak mau terlibat, kita lurus – lurus saja, kita bukan orang kurang kerja na jadi harus mengobok – obok lagi sesuatu yang nenek moyang sudah lakukan.
Karena kita tahu bahwa dalam acara penyerahan saat itu jelas masih ada ritual Hamayang dan di dalamnya ada kurban darah hewan seperti ayam atau babi yang di persembahkan untuk meminta restu kepada Marapu dan juga alam itu sendiri jadi ini tidak mudah, ungkapnya.
Demikian pula Umbu Diki Njurumay alias UKIR (26) (kepala desa terpilih periode 2022 – 2028) kepada media ini, Harapan kami semoga program yang gubernur sedang proses ini bisa menyerap tenaga kerja khusus anak – anak kami yang banyak sekali sarjana peternakan namun menganggur dan separuhnya lagi mereka terpaksa harus bekerja di PT. MSM yang padahal di sana kebanyakan adalah membutuhkan tenaga yang ilmunya Pertanian dan juga Teknik mesin.
Dan juga sumber mata air yang ada di dalam lokasi tersebut mohon untuk tidak di privatisasi oleh UPTD, ada tujuh mata air yang ada yang hingga saat ini sangat di jaga kelestariannya, dari sumber mata air inilah masyarakat Desa Palanggay 70% mengantungkan hidupnya, bercocok tanam dan juga sebagai sumber kebutuhan beternak dan juga kebutuhan sehari- sehari, kata Anak muda yang baru saja berhasil memenangkan proses Pemilihan Kepala Desa Palanggay ini untuk periode 2022 – 2027.
Liputan Yakob Konda.