Jakarta – Suaraindonesia1, Dalam pembahasan perubahan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Nomor 2 Tahun 2021) beberapa waktu yang lalu dinyatakan bahwa pembangunan Papua dalam kerangka Otonomi Khusus (Otsus) berlaku untuk 20 tahun ke depan yang sangat berkaitan dengan masa depan Papua, mempercepat pembangunan dan afirnasi bagi Orang Asli Papua (OAP).
Persoalan utama Otsus Jilid I (UU Nomor 21 Tahun 2001) adalah kurangnya aturan pelaksanaan, tingkat kemandirian daerah yang rendah akibat tingginya tingkat ketergantungan kepada dana perimbangan. Artinya, Papua belum mampu mengoptimalkan potensi daerah untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sehingga kemandiriannya sangat kurang. Begitu juga dengan adanya pemekaran, masih belum mampu menjamin kemandirian daerah.
Hal ini terungkap dalam Kunker (Kunjungan Kerja) Komite I DPD RI di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat. Pertemuan diselenggarakan di ruang rapat Kantor Bupati Sorong dan berlangsung dari pukul 11.00 WIT sampai dengan pukul 14.00 WIT, menghadirkan sejumlah staekholders (04/07).
Delegasi Kunker Komie I dipimpin oleh Filep Wamafma (Wakil Ketua I) yang dihadiri oleh sejumlah anggota antara lain: Eny Sumarni (Jabar); Richard Hamonangan Pasaribu (Dapil Kepri); Abdurrahman Bachmid (Gorontalo); Djafar Alkatiri (Sulut); dan Dewa Putu Ardika Seputra (Sultra).
Sedangkan dari Pemda Kabupaten Sorong di hadiri oleh Bupati Sorong, Johny Kamuru, sejumlah pejabat Kabupaten Sorong, Asisten Pemerintahan, Kepala Dinas, beserta jajarannya. Hadir juga Dandim 1802 Sorong, Letkol Inf Tody Imansyah; Wakapolres Sorong, Kompol. Emmy Fenitiruma; Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama, Ahmad Sutedjo; Lembaga Adat Sorong; Tokoh masyarakat, dan sejumlah Ormas.
Dalam sambutannya, Senator Filep yang berasal dari Papua Barat menyatakan bahwa tujuan Kunker ini adalah untuk melakukan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Otsus dan mendapatkan masukan dari tokoh masyarakat yang berasal dari Kabupaten Sorong berkaitan dengan pelaksanaan Otsus.
“Di zaman Otsus jangan sampai ada anak Papua yang tidak bersekolah karena UU Otsus menjamin pendidikan sebesar 30%. Orang Asli Papua harus maju dan berprestasi. Terkait dengan kasus sawit saya mendukung Bupati untuk menghentikan pembangunan kebun sawit di kabupaten Sorong karena kurang memberikan manfaat bagi masyarakat adat. Terkait dengan pemekaran di Papua Barat, akan dibahas kemudian dengan DPR dan Pemerintah. Akan tetapi tetap bahwa pemekaran harus menjamin kemandirian daerah”, tutup Filep.
Sementara Bupati sorong, dalam sambutannya menekankan bahwa untuk membangun Papua, tidak hanya dibutuhkan retorika saja melainkan diperlukan hati kuat. Pemda Kabupaten Sorong telah melaksanakan sejumlah kebijakan terkait Otsus seperti beasiswa ke luar negeri, sekolah dan kesehatan gratis khususnya bagi yang berada di pedalaman, termasuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia dalam rangka persiapan pemekaran Papua Barat.
“OAP harus menjadi aktor dalam pembangunan dan pemekaran Papua. Yang terpenting dalam pelaksanaan Otsus adalah masyarakat merasakan manfaat yang sebesar-besarnya khususnya untuk pendidikan dan kesehatan. Salah satunya adalah dengan mencabut izin kelapa sawit di Kabupaten Sorong karena belum memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat di Kabupaten Sorong”, Johny Kamuru menegaskan.
Dalam kesempatan pertemuan ini, sejumlah perserta juga menyampaikan sejumlah hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Otsus, antara lain berkaitan dengan kurang fleksibelnya pemanfaatan Dana Otsus bagi daerah yang mempunyai kebutuhan yang beragam, pengembalian sejumlah kewenangan Kabupaten, pemekaran dan kesejahteraan, afirmasi OAP di TNI/Polri, peran serta dan perlindungan masyarakat adat, dan kerukunan umat beragama.
Rangkaian pertemuan dalam rangka pengawasan Otsus yang berlangsung dengan penuh keakraban ini ditutup dengan satu kesimpulan agar kelembagaan dan kewenangan DPD RI diperkuat agar mampu optimal dalam memperjuangkan tanah Papua.
Pimpinan Komite I DPD RI – Dr W. Filep Wamafma – Wakil Ketua (08161669927)