Korea Utara menuduh Amerika Serikat membiarkan aksi “teroris” terhadap Kuba terjadi di wilayah AS, (1/9/2023,
Dan mereka mengatakan bahwa serangan baru-baru ini, terhadap kedutaan Kuba di Washington adalah akibat dari tindakan AS yang “sangat anti-Kuba”.
Amerika Serikat telah mengabaikan jaminan keamanan misi Kuba, dan hanya ingin memasukkan negara-negara yang tidak mereka sukai.
Diantaranya seperti Kuba, ke dalam daftar negara sponsor terorisme, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara dalam sebuah pernyataan.
Selain Kuba, Korea Utara, Suriah, dan Iran juga masuk dalam daftar Departemen Luar Negeri AS.
Seorang penyerang menyerang kedutaan pada 24 September dengan dua bom molotov.
Tidak ada yang terluka dan tidak ada kerusakan berarti. Insiden itu adalah “serangan teroris yang parah”, kata juru bicara Korea Utara.
Seraya menambahkan bahwa kejadian tersebut, memiliki pola yang terjadi setelah insiden tahun 2020, di kedutaan yang sama di mana seseorang menembakkan senapan ke gedung tersebut.
“Ini membuktikan bahwa insiden-insiden yang disebutkan di atas jelas-jelas dilakukan atas kerjasama diam-diam pemerintah AS,”.
Kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi KCNA.
Pihak berwenang AS menangkap dan mendakwa seorang pria segera setelah penembakan tahun 2020.
Amerika Serikat harus “mengakui kesalahan. Tidak hanya atas insiden baru-baru ini tetapi juga semua kasus teroris di masa lalu.
Dan menyelidiki kebenarannya untuk menunjukkan ketulusannya”, daripada berfokus pada menyebut negara-negara sebagai negara sponsor terorisme, katanya.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan AS mengutuk keras serangan tersebut dan pihak penegak hukum AS akan menyelidikinya.
Tidak ada seorang pun yang ditahan saat penyelidikan berlanjut, kata Dinas Rahasia.
Kedutaan dibuka kembali pada tahun 2015 ketika Kuba dan AS memulihkan hubungan diplomatik.
Havana mengatakan tidak masuk akal bagi Washington untuk tetap memasukkan Kuba dalam daftar terorisme dan mempertahankan embargo ekonomi era Perang Dingin. Dikutip fsri CNA.